HUKUMPERLINDUNGAN KONSUMEN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas pada mata kuliah Aspek
Hukum Dalam Ekonomi Jurusan Syariah Program Studi
Ekonomi Syariah (EKSYAR)
STAIN Watampone
Semester VI
Oleh :
ANDI
MARMAN
01
09 3082
SUPRIADI
01 09 3079
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2012
KATA PENGANTAR
É
Puji syukur kami panjatkan atas
kehadirat Allah SWT. Karena rahmat, taufik dan hidayahnyalah sehingga makalah
yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen” dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan taslim senangtiasa terarah pada
junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita ke jalan yang
terang menerang seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Selanjutnya penulis menyadari
bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan di sebabkan pengetahuan
penulis sangat terbatas. Oleh karna itu, saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan dari pembaca.
Semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat membuka cakrawala berfikir mahasiswa. Amin...
Watampone, 12 Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Azas
Perlindungan Konsumen3
B. Hak dan kewajiban konsumen dan
pelaku usaha 7
C. Peran Lembaga Perlindungan
Konsumen dan Lembaga Pengawasan 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai
dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya
dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga
kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin
kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Jika dibandingkan
dengan hubungan antara seorang penjual dan pembeli barang atau orang yang tukar
menukar maka hubungan antara buruh dan majikan sangat berbeda sekali. Orang
yang jual barang bebas untuk memperjualbelikan barangnya, artinya seorang
penjual tidak dapat dipaksa untuk menjual barang yang dimilikinya kalu harga
yang ditawarkan tidak sesuai dengan kehendaknya. Demikian juga pembeli tidak
dapat dipaksa untuk membeli suatu barang jika harga barang yang diinginkan
tidak sesuai dengan keinginannya.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini
penulis mengididentifikasi masalah Yang berhubungan dengan Perlindungan
Konsumen yaitu sebagai berikut:
1.
Pengertian dan azas
perlindungan konsumen
2.
Hak dan kewajiban konsumen
dan pelaku usaha
3.
Peran lembaga
perlindungan konsumen dan lembaga pengawsan
C.
Tujuan
Berdasarkan
Rumusan Masalah Maka penulis Mempunyai Tujuan Yang Tertentu. Adapun Tujuannya
Yaitu:
1.
Untuk
Mengetahui Pengertian dan azas perlindungan konsumen
2.
Untuk
Mengetahui Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
3.
Untuk
Mengetahui Peran lembaga perlindungan konsumen dan lembaga
pengawsan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Azas Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua
instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen
di Indonesia yakni Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan
nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga
mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang
layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan
bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang
diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.
Pembangunan dan perkembangan
perekonomian serta pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi telah membawa
pengaruh kepada setiap aspek kehidupan manusia, khususnya di bidang
perindustian dan perdagangan yang menghasilkan barang jasa dalam pemenuhan
kebutuhan hidup. Kondisi tersebut membawa keuntungan bagi pelaku usaha
khususnya konsumen karena semakin terbuka peluang untuk mendapatkan barang atau
jasa dengan harga yang kompetitif. Namun di sisi lain ternyata juga menimbulkan
pengaruh negative karena mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen
menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen
menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesarbesarnya
oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan
perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Dengan adanya UU Perlindungan
Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak,
karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen,
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan
konsumen, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumen pun,
diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam
label.
Semakin terbukanya pasar sebagai
akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang adalah hal yang tak dapat
dielakkan. Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat
permasalahan-permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan
konsumen akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar
bahkan ada yang membahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang
dan jasa yang diperolehnya di pasar menjadi urgen.
Masih segar di ingatan, hebohnya
kasus formalin pada makanan, ditariknya produk pengusir nyamuk HIT karena
dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanan dan keselamatan
konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya
yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET) yang
di supervisi oleh LP3ES Jakarta di tahun-tahun lalu ketika meneliti sejumlah
produk minuman isotonik, hasilnya menginformasikan bahwa sejumlah minuman
isotonik mengandung zat pengawet berbahaya yakni natrium benzoat dan kalium
sorbet yang bisa menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut
Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan mematikan yang dapat
menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia ketika antibodi yang
seharusnya melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia itu sendiri.
Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengandung
susu produk RRC yang berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan
seterusnya. Apa yang salah, sehingga kejadian seperti selalu berulang, ke
manakah peran pengawasan dari instansi-instansi yang berwenang mengeluarkan
izin produksi, izin berlaku dan beredarnya suatu produk? Sebuah tanda tanya
besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban.
Berdasarkan pasal 2 UU No 8 Tahun
1999 disebutkan bahwa azas Perlindungan Konsumen adalah:
1.
Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.
Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.
Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
4.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5.
Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Faktor utama
yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya
masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pendidikan dan pembinaan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak
mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada prinsip ekonomi pelaku
usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal
mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
B.
Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
Hak-hak konsumen telah diatur secara
jelas dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, Namun, memang pada realitanya, terkadang
konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya
tawarnya lemah. Ini karena mereka belum memahami hak-hak mereka dan terkadang
sudah menganggap itu persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakan
secara massif antar elemen masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan
konsumen sehingga hak-hak konsumen dapat diperjuangkan.
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Untuk itu,
konsumen pun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan
dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. Sosialisasi perlindungan
konsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial menengah ke bawah,
dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah ke bawah inilah yang
lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan perlindungan konsumen
akibat ketidakpahaman mereka. Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk
meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism). Untuk
peningkatan kesadaran dan kewaspadaan konsumen, konsumen juga memiliki
kewajiban untuk:
1.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
3.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Piranti
hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para
pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong
iklim perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan
barang dan atau jasa yang berkualitas. Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan
konsumen tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan
menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas
pelanggarannya.
Oleh karena
itu, dalam menjalankan usahanya pelaku usaha juga mempunyai beberapa hak dan
kewajiban seperti berikut:
Hak pelaku
usaha adalah :
a.
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b.
hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
c.
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d.
hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti
secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya.
Kewajiban
pelaku usaha adalah :
a.
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
d.
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
e.
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
C.
Peran Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lembaga
Pengawasan
Dalam hal ini, peran lembaga yang
bergerak di bidang perlindungan konsumen menjadi penting, peran-peran ini
diakui oleh pemerintah. Lembaga perlindungan konsumen yang secara swadaya
didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan
perlindungan konsumen. Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkan
informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian
konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada konsumen
yang memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya
mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam memperjuangkan
haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen, melakukan pengawasan
bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Sedangkan Lembaga Pengawasan dalam
peranannya dapat dinilai sebagai yang bertanggungjawab terhadap pengawasan
peredaran barang-barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat yaitu yang ada pada
badan BPOM dan departemen terkait yang mengeluarkan izin produksi, perdagangan
dan peredaran suatu produk. Mestinya pihak-pihak ini teliti sebelum
mengeluarkan izin terhadap suatu produk, jangan sampai di ‘kibuli’ pengusaha,
yang akhirnya rakyat dirugikan oleh hadirnya produk yang membahayakan. Padahal
seperti kasus formalin, HIT dan juga minuman isotonik misalnya, ini kan kasus
yang sebenarnya sudah lama diketahui, namun ketika media ramai-ramai
mengangkatnya, barulah mereka bergerak. Untuk konteks daerah, BPOM dan
dinas-dinas terkait juga selalu reaktif dalam menanggapi persoalan. Seharusnya
mereka lebih proaktif dan antisipatif, bukan menunggu telah muncul kasus ke
permukaan akibat keluhan konsumen baru mereka bertindak. Kemudian, problem
pembinaan terhadap pelaku usaha juga mesti diperhatikan agar tumbuh kesadaran
mereka untuk tidak memproduksi produk-produk yang tidak berkualitas dan
menjualnya kepada konsumen. Lebih lanjut, penindakan secara hukum mesti tegas
agar tidak menjadi preseden buruk dan kejadiannya berulang.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dengan adanya UU Perlindungan
Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak,
karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen,
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan
konsumen, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen. Factor utama yang menjadi kelemahan konsumen
adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama
disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.
B. Saran
1.
Pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku
usaha sehingga tercipta kenyamanan dalam transaksi perdagangan
2.
Mempertegas tanggungjawab pelaku usaha sebagaimana
diatur dalam undang-undang sehingga tidak merugikan konsumen
3.
Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen
dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
4.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundangundangannya
diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku :
C.S.T
Kansil, 1995, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya, Jakarta
Yusuf Sofie,
2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung
Sudaryatmo,
1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Internet :
Undang –
Undang
UUD 1945
Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar