BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemahaman akan sistem
ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem
komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ
ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan
secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari
persepsi simplisistik semacam ini, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat
kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja
sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.
Kesimpulan yang misleading
tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan dunia ini ternyata secara
populer telah pula “mengglobal”. Sementara pemikir strukturalis masih
memberikan peluang terhadap pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan
membedakan antara runtuhnya negara-negara komunis itu secara politis dengan
lemahnya (atau kelirunya) sistem sosialisme dalam prakteknya.
Pandangan para pemikir
strukturalis seperti di atas kurang lebihnya diawali oleh fenomena konvergensi
antara dua sistem raksasa itu (kapitalisme dan komunisme). Seperti dikemukakan
oleh Raymond Aron (1967), bahwa suatu ketika nanti anak-cucu Krushchev akan
menjadi “kapitalis” dan anak-cucu Kennedy akan menjadi “sosialis”. Mungkin yang
lebih benar adalah bahwa tidak ada yang kalah antara kedua sistem itu. Bukankah
tidak ada lagi kapitalisme asli yang sepenuhnya liberalistik dan
individualistik dan tidak ada lagi sosialisme asli yang dogmatik dan
komunalistik.[1]
Dengan demikian
hendaknya kita tidak terpaku pada fenomena global tentang kapitalisme dan komunisme
seperti dikemukakan di atas. Kita harus mampu mengemukakan dan melaksanakan
sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu
untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.
Globalisasi dengan “pasar bebas”nya memang
berperangai kapitalisme dalam wujud barunya. Globalisasi terbukti telah
menumbuhkan inequality yang makin parah, melahirkan “the winner-take-all
society” (adigang, adigung, aji mumpung), disempowerment dan impoversishment
terhadap si lemah. Tentu tergantung kita, bagaimana memerankan diri sebagai
subyek (bukan obyek) dalam ikut membentuk wujud globalisasi. Kepentingan nasional
harus tetap kita utamakan tanpa mengabaikan tanggungjawab global. Yang kita
tuju adalah pembangunan Indonesia, bukan sekedar pembangunan diIndonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang
yang dikemukakan di atas, maka dapat di kemukakan permasalan pokok sebagai
berikut:
1.
Bagaimana sistetem ekonomi campuran?
2.
Bagaimana perkembangan sistem ekonomi campuran di Indonesia?
3.
Bagaimana konsep negara kesejatraan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem ekonomi campuran merupakan perpaduan antara
sistem kapitalis dan sistem sosialis, yang mengambil garis tengah antara
kebebasan dan pengendalian, yang berarti juga garis tengah antara peran mutlak
negara/kolektif dan peran menonjol individu. Garis tengah disesuaikan dengan
keadaan di mana perpaduan itu terjadi, sehingga peran situasi dan lingkungan
sangat memberi warna pada sistem perpaduan/campuran tersebut.
1.
Ciri-ciri sistem ekonomi campuran :
a) Kegiatan
ekonomi dilakukan oleh pemerintah dan oleh swasata
b) Transaksi
ekonomi terjadi di pasar, dan ada campuran tangan pemerintah
c) Ada
persaingan serta masih ada control dari pemerintah
2.
Kebaikan sistem ekonomi campuran
a) Kebebasan
berusaha
b) Hak
individu berdasarkan sumber produksi walaupun ada batas
c) Lebih
mementingkan umum dari pada pribadi
3.
Kelemahan sistem ekonomi campuran
a) Beban
pemerintah berat dari pada beban swasta
b) Pihak
swasta kurang memaksimalkan keuntungan
Sulit menentukan batas ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan
swasta “ Sistem ekonomi campuran banyak dianut oleh Negara berkembang”.[2]
B.
Perkembangan
Sistem Ekonomi Campuran
Sistem
ekonomi campuran (“Mixed economy”) merupakan panduan dari dua bentuk sistem
ekonomi sosialisme dan kapitalisme. Usaha penyatuan ini dilakukan untuk
menyerap elemen-elemen yang positif dan dinamis dari keduanya. Sistem ini
hendak dibangun dengan usaha untuk meninggalkan unsur-unsur lemah dari dua
bentuk sistem ekonomi politik tersebut.
Sejarah
pertentangan yang keras dan bahkan tidak harmonis dari kapitalisme dan
sosialisme telah menstimulasi pemikir-pemikir untuk mencari bangun ekonomi
dengan ciri dasr, yang merupakan gabungan unsur-unsur terbaik dari keduanya.
Sebenarnya
sistem ekonomi ini dapat saja menghilangkan konotasi perpaduan antara dua
sistem ekonomi di atas karena sistem ekonomi campuran dapat signifikan dalam
khasnya tersendiri. Sistem menggerakkan elemen-elemen dinamis, yang sebelumnya
memang dimiliki oleh masing-masing sistem ekonomi. Kedua bentuk ekstrim dari
sistem ekonomi sebenarnya telah menuju ke arah sistem campuran karena
masing-masing berusaha membuang kelemahan-kelemahannya sehingga tersisa
unsur-unsurnya, yang dinamis dan positif.
Seperti
yang dikatakan oleh Hegel bahwa perbaikan dan perkembangan pemikiran akan
mencapai suatu bentuk terbaik melalui proses dialektik menuju suatu sintesa
(teori dialektika). Proses ini merupakan perpanduan dari thesa dengan antithesa
dalam keharmonisan dan menuju ke arah kedinamisan. Negara sedang berkembang
beranggapan akan mampu mengejar ketertinggalannya dengan banyak tidak mencontoh
bentuk ektrim sistem ekonomi tersebut, melainkan menyerap unsur-unsur dinamis
dari keduanya.
Salah
satu pemikiran Hegel ini menarik untuk disimak begaia dasar pemikiran mengapa
muncul sistem ekonomi campuran sebagai alternatif dari sistem yang
bertentangan. Jika hal itu terjadi, maka keduanya memiliki kelemahan mendasar
sehingga cara terbaik adalah menggabungkannya untuk mengejar ketertinggalan
negara-negara sedang berkembang. Adalah Hegel yang menemukan fenomena dialektik
sebagai suatu teori ini ditemukan oleh kelompok idealisme dalam pasca Kantian
dan mengalami masa puncaknya dalam pemikiran filosofi Hegel.
Dialektik
itu sendiri pernah diajukan oleh Immanuel Kant sebagai suatu logika dari
penalaran terhadap alam dan fenomena dunia untuk memberikan pengesahan yang
transenden. Hegel kemudian menginterpretasikan dialektik sebagai
operasionalisasi dari penalaran, tanpa kaitan dengan hal yang transeden. Sebab
alam dan isinya bersifat realistis, bukan sesuatu yang abstrak. Ini memberikan
kenyataan lebih benar dan lebih mendalam dibandingkan dengan pemikiran analitis
kontradiksi sebagai hasil dari perpaduan ide-ide, yang dapat dicapai
melalui cara sintesa untuk menghasilkan pengetahuan lebih benar.
Proses sintesa meningkat, kemudian
menjadi alasan utama terwujudnya sistem ekonomi campuran, yang merupakan
perpaduan dari sitem kapitalisme dan Marxisme. Hal ini tidak seperti Karl Marx
yang mengadopsi dialektik sebagai pembenturan kelas di dalam wejarah, yang
selalu saling berhadapan satu sama lain.[3]
Motif mencari
keuntungan adalah unsur penting di dalam kegiatan ekonomi dan produksi, tetapi
bukan segalanya sebagaimana ditekankan di dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Tanapa motif keuntungan tidak akan ada usaha dan pertumbuhan ekonomi akan
menjadi lamban bila motif ditekan dan dimatikan seperti di negara komunis.
Sistem ekonomi campuran tetap berbasis pada prinsip pasar, yang terkendali oleh
aturan pemerintah
C. Konsep Negara Kesejatraan
Bagi Negara kesejahteraan, konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan
Negara dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran dan tangung jawab Negara
menjadi begitu besar terhadap warga negaranya. Birokrat merupakan alat dan
garda depan negara yang secara langsung melayani warga Negara. Birokrat
“diharuskan” bersikap netral dengan cara tidak menjadikan latar belakang
politik dan sosial warga Negara sebagai dasar pertimbangan pemberian pelayanan.
Penganut Negara kesejahteraan percaya jika negara memberikan banyak bagi warga
negara maka akan terjadi penurunan demonstrasi, kekerasan maupun anarkisme yang
dilakukan oleh masyarakat yang merasa dipinggirkan atau merasa bahwa distribusi
keuntungan Negara tidak berjalan dengan baik. Empat hal yang disediakan oleh
Negara kesejahteraan kepada rakyatnya antara lain:
1.
Menciptakan keamanan
2.
Mensuplai pelayanan sosial
3.
Mengurangi biaya sosial masyarakat
Negera kesejahteraan menolak konsep revolusi sosial ala kaum Marxis,
karena tanpa revolusi yang diyakini kaum Marxis, kesejahteraan warga Negara
tetap bisa diaplikasikan melalui konsep welfare-state. Konsep revolusi Marxis digantikan oleh perubahan bertahap yang
tercermin dalam agenda reformasi yang cenderung tidak radikal. Nilai penting
yang dibawa Negara kesejahteraan adalah mereduksi jurang pemisah antara kaum
kaya dan kaum miskin dengan cara mendistribusikan uang dari si kaya kepada si
miskin. Distribusi keuntungan yang diatur oleh Negara ini salah satu caranya
dilakukan dengan menempatkan pihak buruh dan pengusaha secara seimbang,
memiliki hak yang sama dan setara. Dalam kerangka Negara kesejahteraan, pihak
buruh tidak mendominasi sektor dan kebijakan ekonomi namun menjadi aktor aktif
dalam membangun perekonomian sejajar dengan para pengusaha. Terdapat pula para
pengusaha yang tanpa intervensi dari Negara berupaya membangun forum terbuka
dengan para buruh. Forum ini bertujuan untuk mencapai negosiasi kebijakan
berdasarkan prinsip win-win solution antara
pihak pengusaha dan pihak buruh. Negara kesejahteraan mempercayai bahwa
perubahan ekonomi secara cepat dan radikal justru akan memicu bencana dan
distorsi besar. Laju perekonomian yang perlahan namun pasti akan membawa
keselamatan ekonomi bagi Negara kesejahteraan.
Namun, segala sesuatu memiliki sisi baik dan buruk, begitu pula dengan
sistem Negara kesejahteraan. Pemerintah memiliki hak penuh untuk menekan dan
memaksa warga negaranya dalam melakukan berbagai hal yang dianggap penting dan
wajib oleh Negara. Bentuk paksaan dan tuntutan seperti ini secara langsung
membuat warga negara kehilangan kebebasannya. Hal ini menjadi logis, jika
mengingat bahwa kebebasan tidak berbanding lurus dengan keselamatan dan
keterjaminan. Dalam Negara kesejahteraan, Masalah-masalah yang terjadi dalam
sistem Negara kesejahteraan adalah:
1.
Pajak yang begitu tinggi.
Negara kesejahteraan menyediakan berbagai layanan gratis kepada
masyarakatnya namun Negara menetapkan angka pajak yang sangat tinggi (di Swedia
pajak berkisar di angka 25 persen).
2.
Tingkat pengawasan yang tinggi oleh Negara (surveillance).
Negara bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh warga negaranya
sehingga Negara akan menyalahkan sikap warganegara atas suatu tindakan yang
berseberangan dengan aturan Negara.
3.
Tidak ada kebebasan.
Kebebasan berbanding terbalik dengan keselamatan. Kebebasan adalah
kekuatan terbesar seorang individu dan ketika kebebasan secara mutlak bisa
didapatkan maka tingkat keselamatan akan semakin rendah.
Selain itu, sisi negatif dari Negara kesejahteraan adalah spirit yang
dimiliki warga negaranya cenderung menurun sejak pemerintah telah menjamin
keseluruhan hidup mereka (kesehatan, perumahan, pendidikan dll). Analogi atau
penggambaran sederhananya seperti ini, jika pendapatan suatu warga Negara
meningkat maka beban pajak yang dibayar juga akan meningkat. Sedangkan jika
mereka tidak bekerja, mereka tidak akan dikenai kewajiban membayar pajak.
Jaminan sosial yang disediakan oleh pemerintah sama untuk warga miskin atau
warga kaya. Potret sosial seperti ini membentuk satu preseden di tengah
masyarakat “buat apa bekerja keras jika akhirnya akan dikenai pajak yang tinggi
dan mendapatkan jaminan yang sama dengan warga miskin dari pemerintah” “Buat
apa bekerja keras jika pajak yang dibayarkan, diberikan untuk kaum miskin yang
pemalas” Preseden seperti ini lambat laun namun pasti telah menggerogoti
semangat kerja keras yang dimiliki oleh generasi terdahulu.
Konsep negara kesejahteraan sebenarnya sudah termaktub dalam amandemen UUD
1945 Republik Indonesia. Namun, dalam kenyataannya, konsep Negara seperti ini
belum sepenuhnya diaplikasikan di Indonesia. Di wilayah Skandinavia, konsep
Negara kesejahteraan telah menjadi ideologidan sistem yang berjalan. Satu kunci
keuntungan dari sistem Negara kesejahteraan adalah tidak ada satupun
warga Negara yang menderita atau dibiarkan menderita baik dari segi ekonomi
maupun sosial. Syarat-syarat welfare state adalah:
1.
Sistem perpajakan yang baik.
2.
Kalau terdapat banyak UKM maka tingkat
kesejahteraan akan semakin kecil (pengaruh dari tax sistem).
3.
Adanya social trust yang besar, tanpa ada social trust maka tidak ada pembayar pajak.
4.
Perlu adanya serikat pekerja yang kuat.
5.
Penduduknya harus homogen (populasi yang
tersebar harus homogen baik etnis maupun agama).
6.
Adanya institusi sosial yang kuat. Institusi
sosial yang kuat akan membuat masyarakat terbiasa dengan rules of the game yang
diciptakan oleh pemerintah. Institusi sosial merupakan struktur dasar
masyarakat yang berperan dalam menciptakan keteraturan masyarakat.[5]
D.
Peraktek-Peraktek
Negara Kesejatraan
Negara Indonesia adalah Negara kesejahteraan yang
berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai acuan dasar operasional
Negara. Keberadaan negara dan kekuasaannya sebagai wujud dari pelaksanaan
mandat kontrak sosial tidak boleh lepas dari tugas utamanya sebagai pelindung
dan pengatur hak-hak setiap warga negara pencetus kontrak sosial tadi, meskipun
datang distorsi ideologi asing yang bercorak eksploitatif yang pada akhirnya
menggusur konsep dasar negara kesejahteraan menjadi konsep negara korporatis yang
dapat dilihat prakteknya pada setiap bidang kehidupan. Mari kita lihat
bagaimana pemerintah menjalankan praktek represif dan hegemonik melalui
kebijakan-kebijakan yang berorientasi profit dan status quo.
1.
Praktek
represif
Praktek represif dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan
yang pro pemodal melalui liberalisasi di sektor-sektor publik seperti di bidang
pendidikan dengan lahirnya UU BHP, di bidang ekonomi dengan Perjanjian
Perdagangan Bebas (FTA) 2010 dengan Cina, UU Penanaman Modal, dan peraturan-peraturan
Menkeu dan Menperindag yang membebaskan tarif bea masuk atas barang-barang
impor, kesemuanya ini meminggirkan rakyat dan salah satu peminggiran nyata
tersebut adalah hadirnya alat baru keamanan negara bernama Satpol PP yang siap
menggusur PKL dan pemukiman penduduk yang dianggap liar demi alasan penegakkan
perda dan “keindahan kota”. Ini adalah pengkhianatan Negara atas Kontrak
Sosial.
2.
Peraktek
Hegemoni
Praktek hegemoni dijalankan negara dengan turut serta
melanggengkan budaya konsumtif yang membentuk masyarakat hedonis melalui
eksploitasi media oleh pemodal yang gencar memvisualisasikan produk-produknya
untuk akumulasi modal. Pada praktek lain, usaha untuk melestarikan status quo
dilakukan dengan penguasaan parlemen oleh partai koalisi pemerintah. Di daerah,
kedekatan media dengan pemerintah daerah karena faktor kepemilikan modal
sehingga mengurangi kadar kritis media terhadap jalannya pemerintahan.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
System
perekonomian campuran Indonesia tampak dari bagaimana perekonomian itu
dijalankan:
1.
Peranan
pemerintah dalam perekonomian adalah penting, tapi tidak dominan (untuk
menghindari sentralistik) serta peranan swasta juga penting tetapi tidak
dominan (untuk menghindari free fight competition).
2.
Hubungan
kerja dalam system ekonomi Indonesia tidak didominasi oleh tenaga kerja atau
buruh dan juga tidak oleh modal atau kapitalisme.
3.
Kepentingan
masyarakat lebih diutamakan daripada kepentingan perorangan atau kelompok.
4.
Negara
menguasai semua sumber-sumber produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
System ekonomi campuran indonesia
adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur
tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata
kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik,
telekomunikasi, minyak bumi, dan lain sebagainya. Disinilah peran pemerintah dan
swasta tampak dalam menjalankan perekonomian Indonesia.
B.
Saran
Demikian penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini, masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dari apa yang
dipaparkan. Untuk itu, penulis senang tiasa mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca agar memberikan masukan yang sifatnya membangun, demi kesempurnaan
penyusunan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Grossman, Gregory. Sistem-Sistem Ekonomi. Cet. I; Jakarta:
Bumi Aksara. 1995
http:// Sistem Perekonomian
Indonesia
Mubyarto. Ekonomi Pancasila.
Cet.I; Yogyakarta: BPFE-UGM. 2002.
Raharja, Pratama. Teori
Ekonomi Makro: SuatuPengantar. Cet. II; Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2001
Ragillia, Rini Widuri. Indonesia
Terlalu Meniru Perekonomian Asing. Cet. III; Jakarta: Media Indonesia, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar